Kota Surabaya dikenal sebagai kota yang sarat akan nilai-nilai
kepahlawanan. Setidaknya ada dua peristiwa besar yang membuat Surabaya
dikenal sebagai kota
pahlawan. Yang pertama keberhasilan tentara Majapahit mengusir pasukan Tingkok
pada 31 Mei 1293,
yang kemudian ditetapkan sebagai hari jadi kota Surabaya . Yang kedua,
perjuangan arek-arek Surabaya
yang berujung tewasnya jenderal Pasukan Sekutu dari Inggris bernama, Mallaby, yang kemudian dikenal sebagai Hari Pahlawan.
Saat ini Surabaya adalah
ibu kota Provinsi Jawa Timur, sekaligus
merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Kota Surabaya juga merupakan pusat
bisnis, perdagangan, industri, dan pendidikan di Jawa Timur. Kota
ini terletak 789 km sebelah timur Jakarta , atau
426 km sebelah barat laut Denpasar, Bali .
Surabaya
terletak di tepi pantai utara pulau Jawa dan berhadapan dengan Selat Maduraserta Laut Jawa.
Kembali ke masa lampau, Surabaya dulunya merupakan
gerbang Kerajaan Majapahit, yang berlokasi di muara Kali Mas.
Cerita kepahlawanan dimulai ketik pada abad ke-13 datang utusan Kubilai Khan yang dikirimkan ke Raja
Majapahit, Raden Wijaya. Raja dari Tiongkok itu meminta agar Majapahit mau
menjadi negara taklukannya. Namun Raden Wijaya menolak dan bahkan melukai kuping
prajurit Kerajaan Mongol tersebut.
Akibatnya terjadilah perang yang
berujung terusirnya tentara Kerajaan Monggo dari Surabaya yang saat itu masih bernama Ujung
Galuh pada 31 Mei 1293. Peristiwan ini
kemudian tercatat dalam sejarah sebagai Hari Jadi Kota Surabaya.
Salah satu versi menyebutkan kata Surabaya berasal dari
Suro dan Boyo. Pasukan Mongol yang datang dari laut digambarkan sebagai ikan
SURO (ikan hiu/berani) dan pasukan Raden Wijaya yang datang dari darat
digambarkan sebagai BOYO (buaya/bahaya), jadi secara harfiah diartikan berani
menghadapi bahaya yang datang mengancam.
Pada abad ke-15, Islam mulai menyebar
dengan pesat di daerah Surabaya .
Salah satu anggota Wali Songo, Sunan Ampel,
mendirikan masjid dan pesantren di
daerah Ampel. Tahun 1530,
Surabaya
menjadi bagian dari Kerajaan Demak.
Menyusul runtuhnya Demak, Surabaya menjadi sasaran
penaklukan Kesultanan Mataram. Kota ini diserbu Panembahan Senopati tahun 1598, diserang
besar-besaran oleh Panembahan Seda ing Krapyak tahun 1610, diserang Sultan Agung tahun 1614. Pemblokan aliran sungai Brantas oleh Sultan Agung akhirnya memaksa Surabaya menyerah.
Suatu tulisan VOC tahun 1620 menggambarkan
Surabaya
sebagai negara yang kaya dan berkuasa. Panjang lingkarannya sekitar 5 mijlen Belanda (sekitar
37 km), dikelilingi kanal dan diperkuat meriam. Tahun tersebut, untuk melawan
Mataram, tentaranya sebesar 30 000 prajurit.
Tahun 1675, Trunojoyo dari Madura merebut
Surabaya , namun
akhirnya didepak VOC pada
tahun 1677. Dalam
perjanjian antara Paku Buwono II dan VOC pada tanggal 11 November 1743, Surabaya diserahkan penguasaannya kepada VOC.
Zaman Hindia Belanda
Pada zaman Hindia Belanda,
Surabaya berstatus sebagai ibu kota Karesidenan Surabaya, yang wilayahnya juga
mencakup daerah Kabupaten Gresik, Sidoarjo, Mojokerto,
dan Jombang.
Pada tahun 1905, Surabaya mendapat status Kotamadya (Gemeente).
Pada tahun1926, Surabaya ditetapkan sebagai ibu kota provinsi Jawa Timur. Sejak itu Surabaya berkembang menjadi kota
modern terbesar kedua di Hindia-Belanda setelah Batavia.
Sebelum tahun 1900, pusat kota Surabaya
hanya berkisar di sekitar Jembatan Merah saja.
Sampai tahun 1920-an, tumbuh pemukiman baru seperti daerah Darmo, Gubeng,
Sawahan, dan Ketabang. Pada tahun 1917 dibangun
fasilitas pelabuhan modern di Surabaya.
Tanggal 3 Februari 1942, Jepang menjatuhkan
bom di Surabaya .
Pada bulan Maret 1942, Jepang berhasil
merebut Surabaya .
Surabaya
kemudian menjadi sasaran serangan udara Sekutu pada tanggal 17 Mei 1944.
Pertempuran mempertahankan Surabaya
Setelah Perang Dunia II usai,
pada 25 Oktober 1945, 6000 pasukan Inggris-India yaitu Brigade
49, Divisi 23 yang dipimpin Brigadir Jenderal Aulbertin Walter
Sothern Mallaby mendarat di Surabaya dengan perintah utama
melucuti tentara Jepang,
tentara dan milisi Indonesia. Mereka juga bertugas mengurus bekas tawanan
perang dan memulangkan tentara Jepang. Pasukan Jepang menyerahkan semua senjata
mereka, tetapi milisi dan lebih dari 20000 pasukan Indonesia menolak.
26 Oktober 1945, tercapai persetujuan
antara Bapak Suryo, Gubernur Jawa Timur dengan Brigjen Mallaby bahwa
pasukan Indonesia dan milisi tidak harus menyerahkan senjata mereka. Sayangnya
terjadi salah pengertian antara pasukan Inggris di Surabaya dengan
markas tentara Inggris di Jakarta yang dipimpin Letnan Jenderal Sir Philip Christison.
27 Oktober 1945, jam 11.00 siang,
pesawat Dakota AU Inggris dari Jakarta
menjatuhkan selebaran di Surabaya yang memerintahkan
semua tentara Indonesia
dan milisi untuk menyerahkan senjata. Para pimpinan tentara dan milisi Indonesia marah
waktu membaca selebaran ini dan menganggap Brigjen Mallaby tidak menepati
perjanjian tanggal 26 Oktober 1945.
28 Oktober 1945, pasukan Indonesia dan
milisi menggempur pasukan Inggris di Surabaya. Untuk menghindari kekalahan di
Surabaya, Brigjen Mallaby meminta agar Presiden RI Sukarno dan
panglima pasukan Inggris Divisi 23, Mayor Jenderal Douglas Cyril Hawthorn untuk
pergi ke Surabaya dan mengusahakan perdamaian.
29 Oktober 1945, Presiden Sukarno,
Wapres Mohammad Hatta dan Menteri Penerangan Amir Syarifuddin Harahap bersama Mayjen
Hawthorn pergi ke Surabaya untuk berunding.
Pada siang hari, 30 Oktober 1945, dicapai persetujuan
yang ditanda-tangani oleh Presiden RI Sukarno dan Panglima Divisi 23 Mayjen
Hawthorn. Isi perjanjian tersebut adalah diadakan perhentian tembak menembak
dan pasukan Inggris akan ditarik mundur dari Surabaya secepatnya. Mayjen Hawthorn dan ke 3
pimpinan RI meninggalkan Surabaya dan kembali ke
Jakarta .
Pada sore hari, 30 Oktober 1945, Brigjen Mallaby
berkeliling ke berbagai pos pasukan Inggris di Surabaya untuk memberitahukan
soal persetujuan tersebut. Saat mendekati pos pasukan Inggris di gedung
Internatio, dekat Jembatan merah, mobil Brigjen Mallaby dikepung oleh milisi
yang sebelumnya telah mengepung gedung Internatio.
Karena mengira komandannya akan
diserang oleh milisi, pasukan Inggris kompi D yang dipimpin Mayor Venu K. Gopal
melepaskan tembakan ke atas untuk membubarkan para milisi. Para
milisi mengira mereka diserang / ditembaki tentara Inggris dari dalam gedung
Internatio dan balas menembak. Seorang perwira Inggris, Kapten R.C. Smith
melemparkan granat ke arah milisi Indonesia , tetapi meleset dan malah
jatuh tepat di mobil Brigjen Mallaby.
Granat meledak dan mobil terbakar.
Akibatnya Brigjen Mallaby dan sopirnya tewas. Laporan awal yang diberikan
pasukan Inggris di Surabaya ke markas besar
pasukan Inggris di Jakarta menyebutkan Brigjen
Mallaby tewas ditembak oleh milisi Indonesia .
Letjen Sir Philip Christison marah
besar mendengar kabar kematian Brigjen Mallaby dan mengerahkan 24000 pasukan
tambahan untuk menguasai Surabaya .
9 November 1945, Inggris menyebarkan
ultimatum agar semua senjata tentara Indonesia dan milisi segera
diserahkan ke tentara Inggris, tetapi ultimatum ini tidak diindahkan.
10 November 1945, Inggris mulai membom
Surabaya dan
perang sengit berlangsung terus menerus selama 10 hari. Dua pesawat Inggris
ditembak jatuh pasukan RI dan salah seorang penumpang Brigadir Jendral Robert
Guy Loder-Symonds terluka parah dan meninggal keesokan harinya.
20 November 1945, Inggris berhasil
menguasai Surabaya
dengan korban ribuan orang prajurit tewas. Lebih dari 20000 tentara Indonesia , milisi dan penduduk Surabaya tewas. Seluruh kota
Surabaya hancur
lebur.
Pertempuran ini merupakan salah
satu pertempuran paling berdarah yang dialami pasukan Inggris pada dekade
1940an. Pertempuran ini menunjukkan kesungguhan Bangsa Indonesia untuk mempertahankan
kemerdekaan dan mengusir penjajah.
Karena sengitnya pertempuran dan
besarnya korban jiwa, setelah pertempuran ini, jumlah pasukan Inggris di Indonesia mulai
dikurangi secara bertahap dan digantikan oleh pasukan Belanda. Pertempuran
tanggal 10 November 1945 tersebut
hingga sekarang dikenang dan diperingati sebagai Hari Pahlawan.
0 komentar :
Posting Komentar