SIDOARJO:
Pabrik-pabrik tahu di Desa Tropodo, Kecamatan Krian, Sidoarjo kedapatan
menggunakan sampah plastik impor untuk bahan bakar pembuatan tahu. Pantauan
wartawan, di beberapa titik dekat pabrik tahu terlihat sampah plastik impor
yang menggunung dan sebagian berserakan.
Para
produsen tahu itu mengumpulkan sampah plastik impor dan menempatkannya di
sebuah bilik yang telah mereka buat. Tumpukan sampah plastik juga terlihat di
dekat tungku pembakaran, yang sewaktu-waktu siap digunakan untuk memanaskan
tungku yang berisi kedelai sebagai bahan baku tahu. Dari tungku itu keluar asap
hitam mengepul ke langit. Bau menyengat plastik yang terbakar tercium dari hasil
pembakaran itu.
Salah
satu warga Dusun Klagen, Khambali (42), mengatakan pabrik tahu di Dusun Klagen
dan Areng-areng sudah lama menggunakan sampah plastik sebagai bahan bakar untuk
memproduksi tahu. Khambali mengaku sudah sekitar 10 tahun bekerja di pabrik
tahu.
Penggunaan
sampah plastic oleh pabrik-pabrik tahu di Indonesia jadi heboh setelah mendapat
sorotan surat kabar ternama Amerika
Serikat, the New York Times. Media itu merilis laporan mengenai aktivitas
puluhan pabrik tahu di Indonesia yang disebutnya menggunakan sampah plastik
impor sebagai bahan bakar dalam proses produksi panganan berbahan dasar kedelai
itu.
"Asap
dan abu yang dihasilkan dari plastik yang dibakar memiliki konsekuensi racun
yang bukan kepalang," Richard Paddock, jurnalis the New York Times
melaporkan dalam artikel berjudul To Make This Tofu, Start by Burning Toxic
Plastic, dibantu kontributor Dera Menra Sijabat dan fotografer Ulet Ifansasti.
Artikel itu terbit pada 14 November 2019, dikutip dari nytimes.com, pada Senin
(18/11/2019).
"Lebih
dari 30 pabrik di Tropodo menggantungkan bahan bakar untuk produksi tahu mereka
dengan membakar campuran limbah plastik dan kertas, termasuk beberapa yang
dikirim dari Amerika Serikat," lapor Paddock.
Tahu
yang diproduksi menggunakan tungku berbahan bakar limbah jelas memiliki imbas
kimiawi yang buruk, tak hanya bagi makanan itu sendiri, melainkan bagi calon
konsumennya.
Namun,
lebih dari itu, asap yang dihasilkan dari industri pabrik tahu tersebut juga
telah mencemari ekosistem lokal, termasuk memicu sejumlah telur ayam milik
warga setempat "mengandung kadar zat kimia berbahaya dioksin (dioxin)
melebihi ambang batas wajar, bahkan berbahaya."
Telur
biasanya digunakan untuk menguji kontaminasi karena ayam secara efektif
mencicipi tanah ketika mereka mencari makan. Hal itu berujung pada racun
menumpuk di telur mereka.
"Dioxin
merupakan polutan yang berpotensi menyebabkan kanker, cacat lahir dan
Parkinson," tulis Paddock mengutip laporan terbaru yang dirilis lembaga
pemerhati lingkungan International Pollutants Elimination Network (IPEN).
0 komentar :
Posting Komentar